Tuesday, July 30, 2019

Berkenalan Dengan Koopssus, Pasukan Elit TNI Penangkal Aksi Terorisme


Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto baru saja meresmikan Satuan Komando Operasi Khusus TNI (Koopssus TNI) di Markas Besar TNI Cilangkap, Jakarta Timur Selasa (30/07/2019). Satuan ini berisikan prajurit-prajurit pilihan gabungan dari pasukan elit Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.

Sebelumnya, pada tahun 2015 sudah dibentuk satuan operasi khusus serupa oleh Panglima TNI Jenderal Moeldoko. Kala itu jumlah personelnya adalah 90 orang yang berisikan pasukan gabungan dari 3 angkatan.

Seiring berkembangnya waktu dan terjadinya berbagai aksi terorisme, maka diperlukanlah satuan khusus yang bisa langsung bergerak dengan cepat. Sebelum diresmikannya Koopssus, masing-masing angkatan sudah punya satuan khusus untuk penanggulangan teror.

Di Angkatan Darat ada Satgultor Kopassus, Angkatan Laut punya Denjaka, dan Angkatan Udara punya Denbravo Paskhas. Namun untuk menggerakkannya butuh koordinasi yang berjenjang dari Mabes TNI hingga ke satuan bawah.

Untuk itulah, dengan dibentuknya Koopssus TNI ini diharapkan akan mampu membuat rantai komando yang panjang ini menjadi lebih ringkas sehingga pergerakan pasukan saat dibutuhkan mampu dipercepat. Apalagi Koopssus TNI ini akan diisi oleh para prajurit pilihan dari masing-masing angkatan yang memiliki kualifikasi khusus untuk misi-misi yang menuntut kecepatan dan keberhasilan.

Brigjen Rochadi ditunjuk sebagai Komandan Koopssus TNI yang akan didampingi oleh Kolonel (Mar) Widodo sebagai wakilnya. Dalam kesehariannya nanti jika tak ada misi khusus, maka para personel Koopssus TNI akan selalu berlatih untuk meningkatkan kemampuan diri sehingga akan selalu siap saat negara membutuhkan.

Aksi terorisme yang akan ditangani juga tidak hanya yang berlangsung di wilayah dalam negeri saja, tapi juga di luar negeri. Pengalaman seperti pembajakan pesawat Garuda Woyla dan pembajakan kapal Indonesia di Somalia menjadi beberapa faktor pendukung kenapa pasukan seperti ini dibentuk oleh TNI.

Monday, July 29, 2019

Sejarah Hari Bakti TNI AU dan Peran Pramuka Dibalik Jatuhnya Pesawat Dakota VT-CLA

Pesawat Dakota VT-CLA yang ditembak jatuh militer Belanda

Sore hari tanggal 29 Juli 1947, sebuah pesawat terbang jenis Dakota VT-CLA yang membawa bantuan obat-obatan sumbangan dunia internasional untuk Indonesia ditembak jatuh oleh militer Belanda di langit kota Yogyakarta. Belanda menggunakan dua pesawat pemburunya untuk menembak jatuh pesawat itu.

Mereka salah mengira. Pihak Belanda yang kalap menghadapi militer Indonesia secara membabi buta menembaki pesawat yang hendak mendarat di Lapangan Udara Maguwoharjo. Pesawat Dakota VT-CLA itupun tak mampu menghadapi gempuran dua pesawat Kitty Hawk milik militer Belanda dan akhirnya jatuh di areal persawahan selatan Yogyakarta.

Pesawat itu membawa 9 orang penumpang termasuk pilot dan crew pesawat. Mereka adalah Agustiunus Adisutjipto, Abdulrahman Saleh, Adisumarmo Wiryokusumo, 
pilot Australia bernama Alexandre Noel Constantine beserta istrinya, co-pilot asal Inggris Roy Hazelhurst, teknisi berkebangsaan India Bhida Ram, Atase Perdagangan RI di Singapura, Zainal Arifin, dan Abdul Gani Handonocokro.

Dari 9 orang yang ada di dalam pesawat, hanya Abdul Gani Handonocokro yang selamat dari insiden tersebut sedangkan 8 orang lainnya gugur. Masyarakat sekitar mengira pesawat yang jatuh tersebut adalah pesawat milik Belanda langsung berdatangan untuk menyerang.

Apalagi setelah melihat adanya korban warga asing didalamnya. Warga langsung mencari korban yang masih hidup untuk segera ditangkap. Untungnya sebelum hal itu terjadi datang seorang anggota Kepanduan (kini Pramuka) yang dipimpin Tino Sidin.

Dilansir dari Tirto.id (29/07/2019), Tino Sidin dkk telah melihat pesawat Belanda menembaki pesawat Dakota VT-CLA hingga terbakar lalu jatuh di areal persawahan. Mereka pun segera meluncur ke lokasi jatuhnya pesawat untuk melakukan evakuasi.

Pasca kejadian tersebut, dunia internasional mengutuk keras aksi militer Belanda. Terutama negara-negara yang warga negaranya turut menjadi korban seperti Inggris, India, dan Australia. 

DK-PBB pun tak tinggal diam. Mereka menyerukan agar Belanda segera menghentikan aksi militernya di Indonesia. Pada akhirnya, tekanan dunia internasional mampu membuat militer Belanda melakukan gencatan senjata meski hanya bersifat sementara. 

Diperingati Sebagai Hari Bakti TNI AU dan Dijadikan Nama Lanud

Untuk menghargai jasa-jasa anggota TNI AU yang gugur dalam peristiwa tersebut, pemerintah Indonesia menjadikan nama-nama anggota TNI AU yang gugur sebagai nama Pangkalan TNI AU. Nama Adisutjipto digunakan untuk menggantikan nama Lanud Maguwoharjo.

Nama Adiisoemarmo digunakan untuk menggantikan nama Lanud Panasan sedangkan nama Abdulrahman Saleh digunakan untuk menggantikan nama Lanud Bugis. Sementara itu tanggal 29 Juli ditetapkan sebagai Hari Bakti TNI AU.

Setiap tahunnya menjelang tanggal 29 Juli, TNI AU selalu menyelenggarakan berbagai kegiatan yang bersifat sosial dan membantu masyarakat. Seperti pengobatan gratis, donor darah, sunatan masal, ataupun membersihkan areal publik. 

Satrad 216 Cibalimbing sendiri untuk memperingati Hari Bakti TNI AU ke 72 tahun 2019 ini telah menyelenggarakan dua kegiatan sosial. Kegiatan pertama adalah acara donor darah yang diikuti anggota Satrad 216, IKKT Pragati Wira Anggini Ranting 006, perwakilan siswa dari sekolah-sekolah, instansi pemerintah dan militer yang berada di wilayah VI Jampangkulon. Acara itu dilangsungkan di Poliklinik Megantara Satrad 216 pada hari Rabu (24/09/2019). Sedangkan acara yang kedua adalah aksi bersih pantai Minajaya yang diadakan satu hari sesudah donor darah.