![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgI9ry1kLv-eeFkSGqtYSogtvZ0PKjF5dlNPk2RuYhrhKh_j1215-aRpayK25-iml2xHDBQrLwS_oxay-7rssw3xOclzILk9k2xBqz1mgYI5-86z5nRatLRB4stXd9rYKX9BogS5tPAowE/s400/dakota-vt-cla.jpg) |
Pesawat Dakota VT-CLA yang ditembak jatuh militer Belanda |
Sore hari tanggal 29 Juli 1947, sebuah pesawat terbang jenis Dakota VT-CLA yang membawa bantuan obat-obatan sumbangan dunia internasional untuk Indonesia ditembak jatuh oleh militer Belanda di langit kota Yogyakarta. Belanda menggunakan dua pesawat pemburunya untuk menembak jatuh pesawat itu.
Mereka salah mengira. Pihak Belanda yang kalap menghadapi militer Indonesia secara membabi buta menembaki pesawat yang hendak mendarat di Lapangan Udara Maguwoharjo. Pesawat Dakota VT-CLA itupun tak mampu menghadapi gempuran dua pesawat Kitty Hawk milik militer Belanda dan akhirnya jatuh di areal persawahan selatan Yogyakarta.
Pesawat itu membawa 9 orang penumpang termasuk pilot dan crew pesawat. Mereka adalah Agustiunus Adisutjipto, Abdulrahman Saleh, Adisumarmo Wiryokusumo, pilot Australia bernama Alexandre Noel Constantine beserta istrinya, co-pilot asal Inggris Roy Hazelhurst, teknisi berkebangsaan India Bhida Ram, Atase Perdagangan RI di Singapura, Zainal Arifin, dan Abdul Gani Handonocokro.
Dari 9 orang yang ada di dalam pesawat, hanya Abdul Gani Handonocokro yang selamat dari insiden tersebut sedangkan 8 orang lainnya gugur. Masyarakat sekitar mengira pesawat yang jatuh tersebut adalah pesawat milik Belanda langsung berdatangan untuk menyerang.
Apalagi setelah melihat adanya korban warga asing didalamnya. Warga langsung mencari korban yang masih hidup untuk segera ditangkap. Untungnya sebelum hal itu terjadi datang seorang anggota Kepanduan (kini Pramuka) yang dipimpin Tino Sidin.
Dilansir dari Tirto.id (29/07/2019), Tino Sidin dkk telah melihat pesawat Belanda menembaki pesawat Dakota VT-CLA hingga terbakar lalu jatuh di areal persawahan. Mereka pun segera meluncur ke lokasi jatuhnya pesawat untuk melakukan evakuasi.
Pasca kejadian tersebut, dunia internasional mengutuk keras aksi militer Belanda. Terutama negara-negara yang warga negaranya turut menjadi korban seperti Inggris, India, dan Australia.
DK-PBB pun tak tinggal diam. Mereka menyerukan agar Belanda segera menghentikan aksi militernya di Indonesia. Pada akhirnya, tekanan dunia internasional mampu membuat militer Belanda melakukan gencatan senjata meski hanya bersifat sementara.
Diperingati Sebagai Hari Bakti TNI AU dan Dijadikan Nama Lanud
Untuk menghargai jasa-jasa anggota TNI AU yang gugur dalam peristiwa tersebut, pemerintah Indonesia menjadikan nama-nama anggota TNI AU yang gugur sebagai nama Pangkalan TNI AU. Nama Adisutjipto digunakan untuk menggantikan nama Lanud Maguwoharjo.
Nama Adiisoemarmo digunakan untuk menggantikan nama Lanud Panasan sedangkan nama Abdulrahman Saleh digunakan untuk menggantikan nama Lanud Bugis. Sementara itu tanggal 29 Juli ditetapkan sebagai Hari Bakti TNI AU.
Setiap tahunnya menjelang tanggal 29 Juli, TNI AU selalu menyelenggarakan berbagai kegiatan yang bersifat sosial dan membantu masyarakat. Seperti pengobatan gratis, donor darah, sunatan masal, ataupun membersihkan areal publik.
Satrad 216 Cibalimbing sendiri untuk memperingati Hari Bakti TNI AU ke 72 tahun 2019 ini telah menyelenggarakan dua kegiatan sosial. Kegiatan pertama adalah acara donor darah yang diikuti anggota Satrad 216, IKKT Pragati Wira Anggini Ranting 006, perwakilan siswa dari sekolah-sekolah, instansi pemerintah dan militer yang berada di wilayah VI Jampangkulon. Acara itu dilangsungkan di Poliklinik Megantara Satrad 216 pada hari Rabu (24/09/2019). Sedangkan acara yang kedua adalah aksi bersih pantai Minajaya yang diadakan satu hari sesudah donor darah.